Rabu, 18 Februari 2009

Aku dan Barisan Kolong

Mengungkap tentang hakekat sesuatu memang sulit,terkadang orang bilang itu sangat sukar.Tapi bagiku,mengungkap hakekat sesuatu adalah sebuah kebutuhan.Pikiranku tak kan terasa plong kalo aku belum aku sebut itu "melampiaskan hasratku pada pena dan kertas putih",Kecuali kopi dan rokok sebagai teman curhatku.

Aku mengukir sejarah kehidupanku dengan tanganku sendiri 18 tahun lamanya,mengukir dengan tenang dan damai aku sebut.dan saat ini aku merasa berat dengan tanganku untuk melanjutkan mengukir sejarahku,sejarah yang bagiku adalah buku besar yang masih banyak lembaran-lembaran tersia-sia.Saat ini aku menulis+kopi dan rokok tidak cukup menenangkanku,aku merasa di persimpangan jalan,bukan hanya simpang 3,4,5 atau 6,lebih dari itu.aku dan segala idea yang aku bangun selama 18 tahun harus mengambil sikap,kemana aku merebahkan tubuh atau melangkah.atau terus bersandar pada lampu jalan,tetap di persimpangan.

Barisan-barisan 18 tahunku aku coba gerayangi,dalam dan sngat sempit.aku mencoba memetik bunga,tapi tak juga ku temukan bunga.ku cari lampu tak juga ku temukan.hanya lilin kecil dengan cahaya redupnya,ku gunakan sebagai cahaya.cahaya yang akan menuntunku memilih di persimpangan.dengan lilin kecil sebagai sahabat jalanku,3 hari aku lalui dengan hasil yang tidak memuaskan dan aku masih tetap bersandar pada tiang listrik persimpangan.

9 Februari 2009 aku bawa tubuh dan dosa-dosa kecil ini ke semarang,masih mencoba menentukan langkah di persimpangan.Dalam bus sinar mandiri,dengan ongkos 15 ribu dari rumahku sampe semarang,aku seperti menemukan cahaya petromak di persimpangan,cahaya yang lebih terang dari cahaya lilin di tanganku.Ku tengok luar jendela,barisan rumah sempit dan kumuh Kudus-Pati.Segelumit orang tertawa lepas tanpa beban,seakan hidup ini milik mereka.5menit aku terdiam.

Entah kenapa aku,aku memikirkan orang-orang tadi,seakan mereka adalah pencerahku,orang-orang barisan kolong aku membahasakannya,orang-orang yang seakan-akan tak punya beban karena kepasrahannya.ternyata hanya kepasrahan kepada sang Kholik yang bisa membuat mereka tertawa lepas di antara himpitan dan pilihan-pilihan hidup yang sulit.Kepasrahan sebagai petromak mereka,yang memberi mereka cahaya di jalanan yang gelap nan bercabang,aku pun merasa begitu.


Lasem-Semarang,9 februari 2009








Minggu, 15 Februari 2009

Antara Idelitas dan Realitas

Kehidupan laiknya roda,terus berputar tanpa henti.Sisi yang atas kadang di bawah dan sisi bawah kadang di atas.Manusia sebagai subjek kehidupan kadang tidak menyadarinya,karena dia terlalu sering menganggap dirinya "setang" yang selalu diam dan diatas dari pada menagnggap dirinya "roda".sebagai subjek kehidupan=Roda,maka manusia harus terus menerus berputar agar dirinya tidak tergilas,berputar untuk memenuhi hajatnya "sebagai subjek kehidupan".Ketidak sadaran inilah yang menjadi jembatan utama antara manusia idealis dan manusia relistis,saya membahasakannya kaum idealis dan kaum relistis.

Dari sudut kosmologis,Idealis berati cita-cita yang sangat tinggi yang melampaui zamannya.kaum idealis bisa saja mempunyai ide-ide cemerlang,tetapi terkadang ide-ide tersebut tidak dapat diterima oleh realitas yang ada.Kezamanan yang manusia lebih menghargai dan menjadikannya patokan-patokan jalan hidup.Kaum idealis hanya bisa di sebut harapan zaman bukan pelaku zaman.

Kaum idealis terbentuk dari kumpulan orang-orang biasa yang mau berfikr tentang roda yang selalu berputar.keidealisan mereka terbentuk karena mereka mau berpikir tentang realitas dunia,realitas yang menurut mereka tidak seharusnya terjadi.Dengan kata lain mereka bukanlah orang-orang yang tidak mengenal zamannya,mereka hanya berpikir tentang zamannya.

Kaum realistis secara umum bisa di sebut "orang-orang yang menyadari kenyataan kehidupan" tetapi sebenarnya mereka tidak menyadarinya,mengapa???.karena mereka bertindak hanya berdasar kepada apa yang terjadi.berpikir praktis dan instan.tidak mau tau dengan apa yang akan terjadi.

Kemudian bagaimana seharusnya kita sebagai "subjek kehidupan" bersikap??.kita tidak perlu menggolongkan diri kita,termasuk kaum idealis atau kaum realistis.kita hanya perlu menyadari bahwa kita bukanlah objek kehidupan,tapi kita adalah subjek kehidupan,subjek yang harus bergerak sebagai pengukir sejarah,bukan korban sejarah.

Dengan mempunyai mindset bahwa kita adalah "subjek kehidupan yang harus mengukirkan sejarah kita sendiri",maka kita akan menjadi manusia seutuhnya,manusia yang memenuhi hajatnya sebagai pemutar roda.