Senin, 02 Maret 2009

Saya "Produk Gagal SISDIKNAS"

Sistem pendidikan nasional atau biasa di singkat SISDIKNAS sampai dengan sekarang merupakan satu-satunya panduan aktivitas bagi semua sekolah formal seluruh Indonesia,baik negeri maupun swasta.Sebagai sebuah panduan,SISDIKNAS harus mampu mengakomodir semua kebutuhan pendidikan,mulai yang paling dasar sampai yang paling kompleks,panduan yang nantinya akan membawa pendidikan Indonesia dapat memenuhi amanat UUD 1945 (mencerdaskan bangsa).

Secara umum,sistem pendidikan nasional adalah sisitem pendidikan yang justru "mematikan karakter".bagaimana tidak demikian ketika para sisiwa,mulai dari SD sampai SMA yang mereka itu manusia,ketika di sekolah tidak di anggap manusia,mereka hanya dianggap robot "duduk,diam,mendengarkan dan melaksanakan perintah".Padahal pada hakekatnya,semua manusia mempunyai talenta dan potensi,di sekolah bukan kemudian potensi dan talenta ini yang di garap,tetapi sekolah dengan SISIDIKNASnya memaksa siswa untuk mencerna berbagai pelajaran tanpa mempertimbangkan keadaan siswa.apa ini tidak mematikan karakter.Dari 100 anak SMA yang saya tanya,80 dari mereka tidak dapat mengungkapkan pendapat secara sisitematis dan logis,mereka hanya berkemampuan menjawab soal-soal yang di berikan oleh sang Guru,tanpa mengetahui esensinya.Hal ini hanya akan membentuk karakter "buruh" dalam diri para siswa.

Sejarah sekolah saya adalah sejarah yang paling buruk dalam hidup 18 th hidup saya.pindah sekolah empat kali karena alasan yang sama "saya manusia dan harus dimanusiakan".duduk,diam dan mendengarkan bagi saya adalah senjata yang akan membunuh kemanusiaan dalam diri saya sendiri dan saya tidak mau itu terjadi.

dengan ketidak nyamanan yang saya rasakan di sekolah,hampir-hampir membuat saya putus sekolah,tetapi karena permintaan orang tua saya,akhirnya berlanjut.SISDIKNAS yang saya nikmati dari SD sampai SMA ternyata tidak mampu membawa saya menjadi manusia seutuhnya,bahkan hanya menjadikan saya pekerja "kuli" yang hanya bisa mematuhi perintah siap grak!!!.

dengan kondisi yang saya alami,saya kira SISDIKNAS perlu di tinjau ulang?,ataukah di ganti?.demi menjadikan manusia-manusia Indonesia unggul



Rabu, 18 Februari 2009

Aku dan Barisan Kolong

Mengungkap tentang hakekat sesuatu memang sulit,terkadang orang bilang itu sangat sukar.Tapi bagiku,mengungkap hakekat sesuatu adalah sebuah kebutuhan.Pikiranku tak kan terasa plong kalo aku belum aku sebut itu "melampiaskan hasratku pada pena dan kertas putih",Kecuali kopi dan rokok sebagai teman curhatku.

Aku mengukir sejarah kehidupanku dengan tanganku sendiri 18 tahun lamanya,mengukir dengan tenang dan damai aku sebut.dan saat ini aku merasa berat dengan tanganku untuk melanjutkan mengukir sejarahku,sejarah yang bagiku adalah buku besar yang masih banyak lembaran-lembaran tersia-sia.Saat ini aku menulis+kopi dan rokok tidak cukup menenangkanku,aku merasa di persimpangan jalan,bukan hanya simpang 3,4,5 atau 6,lebih dari itu.aku dan segala idea yang aku bangun selama 18 tahun harus mengambil sikap,kemana aku merebahkan tubuh atau melangkah.atau terus bersandar pada lampu jalan,tetap di persimpangan.

Barisan-barisan 18 tahunku aku coba gerayangi,dalam dan sngat sempit.aku mencoba memetik bunga,tapi tak juga ku temukan bunga.ku cari lampu tak juga ku temukan.hanya lilin kecil dengan cahaya redupnya,ku gunakan sebagai cahaya.cahaya yang akan menuntunku memilih di persimpangan.dengan lilin kecil sebagai sahabat jalanku,3 hari aku lalui dengan hasil yang tidak memuaskan dan aku masih tetap bersandar pada tiang listrik persimpangan.

9 Februari 2009 aku bawa tubuh dan dosa-dosa kecil ini ke semarang,masih mencoba menentukan langkah di persimpangan.Dalam bus sinar mandiri,dengan ongkos 15 ribu dari rumahku sampe semarang,aku seperti menemukan cahaya petromak di persimpangan,cahaya yang lebih terang dari cahaya lilin di tanganku.Ku tengok luar jendela,barisan rumah sempit dan kumuh Kudus-Pati.Segelumit orang tertawa lepas tanpa beban,seakan hidup ini milik mereka.5menit aku terdiam.

Entah kenapa aku,aku memikirkan orang-orang tadi,seakan mereka adalah pencerahku,orang-orang barisan kolong aku membahasakannya,orang-orang yang seakan-akan tak punya beban karena kepasrahannya.ternyata hanya kepasrahan kepada sang Kholik yang bisa membuat mereka tertawa lepas di antara himpitan dan pilihan-pilihan hidup yang sulit.Kepasrahan sebagai petromak mereka,yang memberi mereka cahaya di jalanan yang gelap nan bercabang,aku pun merasa begitu.


Lasem-Semarang,9 februari 2009








Minggu, 15 Februari 2009

Antara Idelitas dan Realitas

Kehidupan laiknya roda,terus berputar tanpa henti.Sisi yang atas kadang di bawah dan sisi bawah kadang di atas.Manusia sebagai subjek kehidupan kadang tidak menyadarinya,karena dia terlalu sering menganggap dirinya "setang" yang selalu diam dan diatas dari pada menagnggap dirinya "roda".sebagai subjek kehidupan=Roda,maka manusia harus terus menerus berputar agar dirinya tidak tergilas,berputar untuk memenuhi hajatnya "sebagai subjek kehidupan".Ketidak sadaran inilah yang menjadi jembatan utama antara manusia idealis dan manusia relistis,saya membahasakannya kaum idealis dan kaum relistis.

Dari sudut kosmologis,Idealis berati cita-cita yang sangat tinggi yang melampaui zamannya.kaum idealis bisa saja mempunyai ide-ide cemerlang,tetapi terkadang ide-ide tersebut tidak dapat diterima oleh realitas yang ada.Kezamanan yang manusia lebih menghargai dan menjadikannya patokan-patokan jalan hidup.Kaum idealis hanya bisa di sebut harapan zaman bukan pelaku zaman.

Kaum idealis terbentuk dari kumpulan orang-orang biasa yang mau berfikr tentang roda yang selalu berputar.keidealisan mereka terbentuk karena mereka mau berpikir tentang realitas dunia,realitas yang menurut mereka tidak seharusnya terjadi.Dengan kata lain mereka bukanlah orang-orang yang tidak mengenal zamannya,mereka hanya berpikir tentang zamannya.

Kaum realistis secara umum bisa di sebut "orang-orang yang menyadari kenyataan kehidupan" tetapi sebenarnya mereka tidak menyadarinya,mengapa???.karena mereka bertindak hanya berdasar kepada apa yang terjadi.berpikir praktis dan instan.tidak mau tau dengan apa yang akan terjadi.

Kemudian bagaimana seharusnya kita sebagai "subjek kehidupan" bersikap??.kita tidak perlu menggolongkan diri kita,termasuk kaum idealis atau kaum realistis.kita hanya perlu menyadari bahwa kita bukanlah objek kehidupan,tapi kita adalah subjek kehidupan,subjek yang harus bergerak sebagai pengukir sejarah,bukan korban sejarah.

Dengan mempunyai mindset bahwa kita adalah "subjek kehidupan yang harus mengukirkan sejarah kita sendiri",maka kita akan menjadi manusia seutuhnya,manusia yang memenuhi hajatnya sebagai pemutar roda.